Rabu, 17 Agustus 2011

Surat Kecil Untuk Tuhan

Tuhan…
Andai aku bisa kembali
Aku tidak ingin ada tangisan di dunia ini.

Tuhan…
Andai aku bisa kembali
Aku berharap tidak ada lagi hal yang sama terjadi padaku,
terjadi pada orang lain.

Tuhan…
Bolehkah aku menulis surat kecil untuk-Mu

Tuhan…
Bolehkah aku memohon satu hal kecil untuk-Mu

Tuhan…
Biarkanlah aku dapat melihat dengan mataku
Untuk memandang langit dan bulan setiap harinya..

Tuhan…
Izinkanlah rambutku kembali tumbuh, agar aku bisa menjadi wanita seutuhnya.

Tuhan…
Bolehkah aku tersenyum lebih lama lagi
Agar aku bisa memberikan kebahagiaan
kepada ayah dan sahabat-sahabatku

Tuhan…
Berikanlah aku kekuatan untuk menjadi dewasa
Agar aku bisa memberikan arti hidup
kepada siapapun yang mengenalku..

Tuhan ..
Surat kecil-ku ini
adalah surat terakhir dalam hidupku
Andai aku bisa kembali…
Ke dunia yang Kau berikan padaku..

Cuplikan di atas adalah sepenggal bait dari tulisan Keke, seorang penderita kanker ganas yang menyerang bagian wajah, Rabdomiosarkoma atau kanker jaringan lunak pertama di Indonesia. Keke atau Gita Sesa Wanda Cantika adalah seorang gadis remaja berusia 13 tahun ketika divonis memiliki penyakit kanker mematikan tersebut yang dapat membunuhnya dalam waktu 5 hari. Kanker jaringan lunak itu menggerogoti bagian wajahnya sehingga terlihat buruk menjadi seperti monster. Walau dalam keadaan sulit, Keke terus berjuang untuk tetap hidup dan tetap bersekolah layaknya gadis normal lainnya.

Mendengar vonis tersebut, sang Ayah, Joddy Tri Aprianto tidak menyerah. Ia terus berjuang agar sang putri kesayangannya itu dapat terlepas dari vonis kematiannya. Perjuangan sang ayah dalam menyelamatkan putrinya tersebut begitu mengharukan.

Perjuangan panjang Keke dalam melawan kanker ternyata membuahkan hasil. Kebesaran Tuhan membuatnya dapat bersama dengan keluarga serta sahabat yang ia cintai lebih lama. Keberhasilan Dokter Indonesia dalam menyembuhkan kasus kanker yang baru pertama kali terjadi di Indonesia ini menjadi prestasi yang membanggakan sekaligus membuat semua dokter di dunia bertanya-tanya.

Namun kanker itu kembali setelah sebuah pesta kebahagiaan sesaat. Keke sadar jika nafasnya di dunia ini semakin sempit. Ia tidak marah pada Tuhan, ia justru bersyukur mendapatkan sebuah kesempatan untuk bernafas lebih lama dari vonis 5 hari bertahan hingga 3 tahun lamanya, walau pada akhirnya ia harus menyerah. Dokter pun akhirnya menyerah terhadap kankernya. Di nafasnya terakhir itulah ia menuliskan sebuah surat kecil untuk Tuhan. Surat yang penuh dengan kebesaran hati remaja Indonesia yang berharap tidak ada lagi air mata di dunia ini terjadi padanya, terjadi pada siapapun.

Hingga pada tanggal 25 Desember 2006, Keke menghembuskan nafas terakhirnya pada pukul 11 malam. Tepat setelah ia menjalankan ibadah puasa dan idul fitri terakhir bersama keluarga dan sahabat-sahabatnya. Namun kisahnya menjadi abadi. Ribuan air mata berjatuhan ketika biografi pertamanya ini dikeluarkan secara online. Pesan Keke terhadap dunia berhasil menyadarkan bahwa segala cobaan yang diberikan Tuhan adalah sebuah keharusan yang harus dijalankan dengan rasa syukur dan beriman.

Kisah perjuangan Keke ini pun sempat diulas dalam acara Kick Andy di Metro TV. Sebelumnya buku ini diterbitkan secara online oleh penulis, Agnes Davonar dan dibaca lebih dari 350.000 pengunjung. Namun, karena banyaknya pembaca yang terinspirasi oleh kisah ini, akhirnya buku ini dicetak secara luas dan terjual lebih dari 30.000 exemplar dalam waktu dua bulan dan telah diterbitkan pula di Taiwan dengan mencetak sukses yang sama.

Kisah Keke yang telah memasuki cetakan ketujuh ini pun akhirnya menginspirasi Skylar Pictures untuk mewujudkan pesan dan perjuanganya tersebut kepada dunia lewat layar lebar. Kita tunggu saja kemunculannya di bulan Februari 2011. Salam inspirasi.

Dari Jakarta ke Oslo untuk Bumi Kita


Nun jauh di sana, di ujung dunia.
Aku datang, menjinjing harapan.
Bersama kawanku, umat hamba Tuhan.
Bersatu untuk kelestarian alam.

Bumi kita ini, taman kehidupan.
Hutan dan lautan, di relung langit biru.
Mari kita bersama, cegah kerusakan.
Bersatulah wahai bangsa dunia.


Reff:

Bersatu, bersatulah kawan.
Bersatu dunia, untuk Bumi kita.
Lakukan, mari kita lakukan.
Bergandengan tangan, untuk menjaganya.
Tengadahkan tangan, mohon pada Tuhan.
Anak cucu kita, selamat semuanya.


Sejumlah pengusaha nasional bergabung dan mendirikan Yayasan Untuk Bumi Kita, yang akan fokus pada bidang lingkungan hidup. Pengusaha itu antara lain James Riady, Peter F Gontha, dan Wirawan Hartawan. Selain itu terdapat juga sejumlah tokoh nasional, antara lain Emil Salim dan seniman Iwan Abdurahman.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memperlihatkan dukungannya pada yayasan ini dengan menyumbangkan tiga lagu bertema lingkungan. Lagu itu adalah "Dari Oslo ke Jakarta untuk Bumi Kita", "Save Our World", dan "Save Our Planet".

"Sebagai kontribusi awal, kami minta Presiden untuk membantu gerakan. Presiden berkenan menyumbangkan lagunya, ada tiga lagu yang disumbangkan, dari royalti," kata Dodi S Abdulkadir yang akan menjadi ketua yayasan.

Sejumlah penyanyi pun akan bergabung dalam kegiatan ini. Sandy Sandoro akan menyumbangkan suara di "Dari Jakarta ke Oslo untuk Bumi Kita", dan Elfa Secioria yang akan menyumbangkan suara di "Save Our Planet".

Seniman Iwan Abdurahman mengatakan lagu dipilih sebagai cara Yayasan untuk mendekati masyarakat, karena lagu merupakan cara terbaik untuk menyentuh rasa manusia.

"Mudah-mudahan menyentuh key person dari masyarakat. Mereka bisa ekspresikan," kata seniman yang juga pencipta lirik lagu "Melati dari Jayagiri" yang dipopulerkan Bimbo.

Sedangkan Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan Presiden menyampaikan pentingnya kesadaran masyarakat dalam melestarikan lingkungan. Semua unsur masyarakat pun diminta memiliki kesamaan dalam hal upaya menyelamatkan bumi kita. (umi)

Minggu, 14 Agustus 2011

Hidup Jangan Tertidur



Untuk dapat menikmati hidup, hal terpenting yang perlu Anda lakukan adalah menjadi SADAR. Inti kepemimpinan adalah kesadaran. Inti spiritualitas juga adalah kesadaran. Banyak orang yang menjalani hidup ini dalam keadaan tertidur. Mereka lahir, tumbuh, menikah, mencari nafkah, membesarkan anak, dan akhirnya meninggal dalam keadaan tertidur.

Analoginya adalah seperti orang yang terkena hipnotis. Anda tahu di mana menyimpan uang. Anda pun tahu persis nomor pin Anda. Dan Andapun menyerahkan uang Anda pada orang tidak dikenal. Anda tahu, tapi tidak sadar. Karena itu, Anda bergerak bagaikan robot-robot yang dikendalikan orang lain, lingkungan, jabatan, uang, dan harta benda.

Pengertian menyadari amat berbeda dengan mengetahui. Anda tahu berolah raga penting untuk kesehatan, tapi Anda tidak juga melakukannya. Anda tahu memperjualbelikan jabatan itu salah, tapi Anda menikmatinya. Anda tahu berselingkuh dapat menghancurkan keluarga, tapi Anda tidak dapat menahan godaan. Itulah contoh tahu tapi tidak sadar!

Ada dua hal yang dapat membuat orang menjadi sadar. Pertama, peristiwa-peristiwa pahit dan musibah. Musibah sebenarnya adalah rahmat terselubung karena dapat membuat kita bangun dan sadar. Anda baru sadar pentingnya kesehatan kalau Anda sakit. Anda baru sadar pentingnya olahraga kalau kadar kolesterol Anda mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Anda baru sadar nikmatnya bekerja kalau Anda di-PHK. Seorang wanita karier baru menyadari bahwa keluarga jauh lebih penting setelah anaknya terkena narkoba. Seorang sopir taksi pernah bercerita bahwa ia baru menyadari bahayanya judi setelah hartanya habis.

Kematian mungkin merupakan satu stimulus terbesar yang mampu menyentakkan kita. Banyak tokoh terkenal meninggal begitu saja. Mereka sedang sibuk memperjualbelikan kekuasaan, saling menjegal, berjuang meraih jabatan, lalu tiba-tiba saja meninggal. Bayangkan kalau Anda sedang menonton film di bioskop. Pertunjukan sedang berlangsung seru ketika tiba-tiba listrik padam. Petugas bioskop berkata, Silakan Anda pulang, pertunjukan sudah selesai! Anda protes, bahkan ingin menunggu sampai listrik hidup kembali. Tapi, si penjaga hanya berkata tegas, Pertunjukan sudah selesai, listriknya tidak akan pernah hidup kembali.

Itulah analogi sederhana dari kematian. Kematian orang yang kita kenal, apalagi kerabat dekat kita sering menyadarkan kita pada arti hidup ini. Kematian menyadarkan kita pada betapa singkatnya hidup ini, betapa seringnya kita meributkan hal-hal sepele, dan betapa bodohnya kita menimbun kekayaan yang tidak sempat kita nikmati.

Hidup ini seringkali menipu dan meninabobokan orang. Untuk menjadi bangun kita harus sadar mengenai tiga hal, yaitu siapa diri kita, darimana kita berasal, dan ke mana kita akan pergi. Untuk itu kita perlu sering mengambil jarak dari kesibukan kita dan melakukan kontemplasi.

Ada sebuah ungkapan menarik dari seorang filsuf Perancis, Teilhard de Chardin, Kita bukanlah manusia yang mengalami pengalaman- pengalaman spiritual, kita adalah makhluk spiritual yang mengalami pengalaman-pengalam an manusiawi. Manusia bukanlah makhluk bumi melainkan makhluk langit. Kita adalah makhluk spiritual yang kebetulan sedang menempati rumah kita di bumi. Tubuh kita sebenarnya hanyalah rumah sementara bagi jiwa kita. Tubuh diperlukan karena merupakan salah satu syarat untuk bisa hidup di dunia. Tetapi, tubuh ini lama kelamaan akan rusak dan akhirnya tidak dapat digunakan lagi. Pada saat itulah jiwa kita akan meninggalkan rumah untuk mencari rumah yang lebih layak. Keadaan ini kita sebut meninggal dunia. Jangan lupa, ini bukan berarti mati karena jiwa kita tak pernah mati. Yang mati adalah rumah kita atau tubuh kita sendiri.

Coba Anda resapi paragraf diatas dalam-dalam. Badan kita akan mati, tapi jiwa kita tetap hidup. Kalau Anda menyadari hal ini, Anda tidak akan menjadi manusia yang ngoyo dan serakah. Kita memang perlu hidup, perlu makanan, tempat tinggal, dan kebutuhan dasar lainnya. Bila Anda sudah mencapai semua kebutuhan tersebut, itu sudah cukup! Buat apa sibuk mengumpul-ngumpulka n kekayaan -- apalagi dengan menyalahgunakan jabatan -- kalau hasilnya tidak dapat Anda nikmati selama-lamanya. Apalagi Anda sudah merusak jiwa Anda sendiri dengan berlaku curang dan korup. Padahal, jiwa inilah milik kita yang abadi.

Lantas, apakah kita perlu mengalami sendiri peristiwa-peristiwa yang pahit tersebut agar kita sadar? Jawabnya: ya! Tapi kalau Anda merasa cara tersebut terlalu mahal, ada cara kedua yang jauh lebih mudah: Belajarlah MENDENGARKAN. Dengarlah dan belajarlah dari pengalaman orang lain. Bukalah mata dan hati Anda untuk mengerti, mendengarkan, dan mempertanyakan semua pikiran dan paradigma Anda. Sayang, banyak orang yang mendengarkan semata-mata untuk memperkuat pendapat mereka sendiri, bukannya untuk mendapatkan sesuatu yang baru yang mungkin bertentangan dengan pendapat mereka sebelumnya. Orang yang seperti ini masih tertidur dan belum sepenuhnya bangun.
Bila lidah kelu, tulisan menjadi perlu Pena lebih tajam dari pedang Tinta seorang berilmu lebih mulia dari darah seorang syahid