Rabu, 28 Oktober 2015

Ketetapan Penentuan PCI Pada 4G LTE


             PCI (Physical Cell ID) merupakan cara untuk mengidentifikasi pada fisik cell dalam jaringan LTE. Setiap cell melakukan broadcast penandaan identifikasi berupa PCI yang digunakan oleh perangkat untuk mengidentifikasi cell (melibatkan frekuensi dan waktu) dalam prosedur handover

             Agar proses handover berjalan dengan sukses, maka alokasi PCI dalam jaringan LTE harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:2
a.     Collision-free, berarti kode PCI harus unik dalam suatu area dimana suatu sel dicakup. Kondisi ini terjadi jika terdapat dua sel tetangga yang tidak memiliki kode PCI yang sama. 
b.    Confusion-free, berarti sebuah sel tidak diperbolehkan memiliki sel tetangga dengan PCI sama yang berdekatan. Kondisi ini terjadi jika tidak ada satupun sel-sel yang memiliki 2 sel tetangga dengan PCI yang berdekatan.

Gambar 7: Collision dan Confusion Pada PCI2

Parameter Pada Drivetest 4G LTE

1.      RSRP (Reference Signal Received Power) adalah power dari sinyal yang di terima dari eNodeB ke UE.
2.      SINR (Signal to Interference Noise Ratio) yang merupakan rasio antara rata-rata power yang diterima dengan rata-rata interferensi dan noise. Minimum RSRP dan SINR yang sesuai tergantung pada band frekuensinya.
3.      PCI (Physical Cell ID) merupakan cara untuk mengidentifikasi pada fisik cell dalam jaringan LTE. Setiap cell melakukan broadcast penandaan identifikasi berupa PCI yang digunakan oleh perangkat untuk mengidentifikasi cell (melibatkan frekuensi dan waktu) dalam prosedur handover. Agar proses handover berjalan dengan sukses, maka alokasi PCI dalam jaringan LTE harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:2
a.     Collision-free, berarti kode PCI harus unik dalam suatu area dimana suatu sel dicakup. Kondisi ini terjadi jika terdapat dua sel tetangga yang tidak memiliki kode PCI yang sama. 
b.     Confusion-free, berarti sebuah sel tidak diperbolehkan memiliki sel tetangga dengan PCI sama yang berdekatan. Kondisi ini terjadi jika tidak ada satupun sel-sel yang memiliki 2 sel tetangga dengan PCI yang berdekatan.

Gambar 7: Collision dan Confusion Pada PCI2

Perangkat Lunak (Software) yang digunakan untuk drivetest 4G LTE


1.      Genex Probe 3.6
Gambar 3: Tampilan Genex Probe 3.6

Gambar 3 merupakan tampilan dari Genex Probe 3.6, software ini digunakan untuk mengumpulkan informasi jaringan Radio Frequency (RF) dilapangan yang di pancarkan suatu eNodeB. Perangkat yang terhubung ke Laptop seperti : Modulator demodulator (Modem), Global Positioning System (GPS) dan User Equipment (UE) diatur pada software ini.

2.      Genex Assistant 3.6
Gambar 4: Tampilan Genex Assistant 3.6

Gambar 4 merupakan tampilan dari Genex Assistant 3.6, software ini digunakan untuk reporting dari hasil drivetest yang dinamakan logfile. logfile tersebut dapat langsung dijalankan pada software ini untuk kemudian dilakukan reporting berdasarkan rute yang telah dibuat sebelumnya. Tentunya pada software ini akan diketahi informasi dari site yang telah dilalui selama proses drivetest.

3.      MAP Info 11
Gambar 5: Tampilan MAP Info 11


           Gambar 5 merupakan tampilan dari MAP Info 11, fungsi dari software ini hampir sama dengan software Genex Assistant 3.6. hanya saja perbedaannya pada MAP Info 11, logfile tidak dapat langsung dijalankan melainkan harus   dicompile terlebih dahulu agar dapat dilakukan proses reporting

Drivetest 4G LTE

         Drivetest adalah salah satu pengambilan data hasil optimasi jaringan radio, yang betujuan untuk mengumpulkan informasi jaringan secara real dilapangan. Informasi yang akan dikumpulkan berupa data aktual jaringan radio frequency (RF) yang di pancarkan suatu eNodeB.
Gambar 2: Pengambilan data dengan aktivitas drivetest7

Pada situasi ini  seorang engineer akan melakukan drivetest dari dalam mobil yang tentunya sudah dilengkapi dengan perlengkapan drivetest. Hal yang dilakukan adalah mengumpulkan data mengenai data aktual sinyal radio seperti  kualitas dan kekuatan sinyal radio tersebut. 

Selasa, 27 Oktober 2015

Mode Akses Radio

    2.1.1.      Mode Akses Radio
            Pada komuniaksi seluler sangat penting untuk mempertimbangkan kemampuan jaringan untuk melakukan komunikasi dalam dua arah secara simultan atau dikenal dengan istilah komunikasi full duplex. Oleh karena itu dapat melakukan komunikasi dua arah  secara simultan, maka dibutuhkan suatu teknik duplex. Pada umumnya terdapat dua teknik duplex yang biasa digunakan, yaitu frequency division duplex (FDD) dan time division duplex (TDD). FDD merupakan teknik duplex yang menggunakan dua frekuensi yang berbeda untuk melakukan komunikasi dalam dua arah, Dengan menggunakan FDD dimungkinkan untuk mengirim dan menerima sinyal secara simultan dengan frekuensi  yang berbeda-beda. Dengan teknik ini dibutuhkan guard frequensi untuk memisahkan frekuensi pengirim dan penerima secara simultan serta dibutuhkan proses filtering frekuensi yang harus akurat. Sedangkan TDD menggunakan frekuensi tunggal dan penerima data, Setiap kanal tersebut dimultiplexing dengan menggunakan basis waktu sehingga setiap kanal memiliki time slot yang berbeda. Perbedaan teknik FDD dan TDD dapat dilihat pada gambar 2.14.

Gambar 2.25 Perbedaan FDD dan TDD pada LTE

 Pada Gambar diatas dapat dilihat bahwa dalam teknik FDD lebih banyak menggunakan spektrum frekuensi yang tersedia. FDD lebih unggul dalam menangani larency dibandingkan TDD karena kanal harus lebih lama menunggu waktu pemprosesan dalam multiplexing.
Interface radio LTE mendukung frekuensi division duplex (FDD) dan time division dulpex (TDD), yang masing-masing memiliki struktur frame yang berbeda-beda. Pada LTE terdapat 15 band operasi FDD dan 8 band operasi TDD pada LTE. LTE juga dapat menggunakan fasilitas half-duplex FDD yang mengizinkan sharing hardware diantara uplink dan downlink tidak digunakan secara simultan. LTE dapat menggunakan kembali semua band frekuensi yang digunakan UMTS.


Senin, 26 Oktober 2015

Teknologi pendukung MIMO 4G LTE

2.1.            Teknologi pendukung MIMO 4G LTE
Kemunculan teknologi komunikasi bergerak tidak dapat lepas dari peranan penemuan teknologi-teknologi penunjang mulai dari metode akses jamak OFDM, konsep multi MIMO, hingga arsitektur jaringan yang berdasarkan protocol internet secara keseluruhan (ALL-IP). Adapun spesifikasi teknik LTE yang telah ditetapkan meliputi teknik akses jamak dan mode akses radio yang digunakan.
2.1.1.      Teknik Akses Jamak
            Akses jamak adalah metode untuk mengoptimalkan lebar spectrum (Bandwidth) agar dapat digunakan oleh sebanyak mungkin pengguna dengan gangguan seminimal mungkin. Pada GSM kita menggunakan TDMA (Time Division Multiple Acces) sementara pada UMTS kita menggunakan CDMA pita lebar yang dikenal dengan WCDMA (Wide-band Code Division Multiple Acces). Akses jamak pada LTE berdasarkan pada konsep OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing). Pada penerapanya, jalur turunan (downlink), yakni dari eNodeB menuju UE, menggunakan modifikasi OFDM yakni OFDMA.  Sementara itu pada jalur naik (uplink), yakni dari UE menuju eNodeB, digunakan varian OFDM yang lebih efisien yakni SC-FDMA.

Gambar 2.7 Perbedaan akses jamak TDMA, CDMA dan OFDMA
OFDMA biasanya dikatakan merupakan gabungan konsep OFDM dengan FDMA. Sub-Carrier yang saling orthogonal tidak hanya dipetakan berdasarkan waktu namun juga dapat dialokasikan secara terpisah. OFDMA dipakai untuk downlink pada LTE. Multiplexing trafik dilakukan dengan mengalokasikan setiap user pada slot frekuensi waktu dan pilihan berdasarkan kecepatan datanya. Gambar dibawah ini menunjukkan perbandingan OFDMA dan SC-FDMA.

Gambar 2.8 Perabandingan OFDMA dan SC-FDMA

  Dilihat gambar  diatas OFDMA mentransmisikan data secara paralel dibeberapa subcarrier sedangkan SC-FDMA mentransmisikan data secara seri menggunakan beberapa subcarrier. Gambar dibawah ini menunjukkan transmisi seri dan paralel.

Gambar 2.9 Transmisi Serial dan Paralel

  Skema pengiriman simbol pada gambar  diatas dapat dipahami, bila dalam pengiriman serial untuk mengirimkan 7 simbol secara utuh  maka diperlukan 7 detik waktu pengiriman sehingga durasi masing-masing simbol adalah 1 detik. Sedangkan dalam pengiriman secara paralel simbol dikirimkan melaluli kanalnya  masing-masing dalam durasi panjang. Sehingga dalam 6 detik tersebut tidak ada perubahan simbol dan durasi masing-masing simbol adalah 6 detik.

Gambar 2.10 Efesiensi Bandwidth (a) SC-FDMA (b) OFDMA

   Dilihat dari Gambar diats OFDMA bisa menghemat bandwidth dibandingkan SC-FDMA, tetapi terminal di sisi pengguna (UE) ukuran selalu lebih kecil dibandingkan eNodeB dan dioperasikan hanya dengan baterai yang kecil pula. Keterbatasan sumber daya ini menurut metode akses jamak yang dengan komsumsi daya yang lebih sedikit. Desain amplifier frekuensi radio pun harus sederhana agar UE bisa diproduksi dengan harga murah. Sistem OFDMA memiliki Peak to Average Power Ratio (PAPR) yang tinggi. PAPR merupakan pengukuran daya gelombang yang dihitung dari puncak bentuk gelombang dibagi akar kuarat rata-rata (RMS) bentuk gelombang. Oleh karena itu dari sisi uplink, LTE menggunakan sistem yang lebih efisien dari OFDMA yakni Single Carrier-Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA).

Gambar 2.11 Perbedaan OFDMA dengan SC-FDMA

   Gambar diatas menunjukkan perbedaan OFDMA dengan SC-FDMA. Pada prinsipnya SC-FDMA memiliki kesamaam dengan OFDMA. Bila pada OFDMA simbol ditransmisikan dengan durasi yang lama dan pita sempit, maka pada SC-FDMA kebalikannya dari pada itu. Pada SC-FDMA simbol ditransmisikan pada durasi cepat (bit rate yang tinggi namun pita yang lebar.

Gambar 2.12 Penempatan User setiap subcarrier-nya

Pada teknik OFDM setiap subcarrier adalah orthogonal sehingga akan menghemat spectrum frekuensi dan setiap subcarrier tidak akan saling mempengaruhi. Akan tetapi salah satu kelemahan teknik akses ini adalah tingginya peak average power ratio (PAPR) yang dibutuhkan seperti yang dijelaskan sebelumnya. Tingginya PAPR dalam OFDM membuat 3GPP melihat skema teknik akses yang berbeda pada arah uplink karena akan sangat mempengaruhui komsumsi daya pada UE sehingga pada arah uplink LTE menggunakan teknik SC-FDMA. SC-FDMA dipilih karena teknik ini mengkombinasikan keunggulan PAPR yang rendah dengan daya tahan terhadap ganggunan lintasan jamak dan alokasi frekuensi yang fleksible dari OFDMA.

Gambar 2.13 Arah transmisi downlink dan uplink


 Pada LTE teknik akses yang digunakan pada transmisi dalam arah downlink dan uplink berbeda. Arah downlink adalah arah komunikasi dari eNodeB ke UE, sementara arah uplink adalah arah dari UE menuju eNodeB seperti yang ditunjukkan pada gambar diatas. Pada arah downlink teknik akses yang digunakan adalah orthogonal frequency division modulation access (OFDMA) dan pada arah uplink teknik akses yang digunakan adalah single carrier frequency division multiple acces (SC-FDMA).

Teknik MIMO

2.1.1          Teknik MIMO
  Di dalam MIMO terdapat dua macam teknik yang dilakukan dalam sistem komunikasi wireless dan bergerak yakni :
a.      Spatial Multiplexing
Teknik pertama yang digunakan dalam sistem MIMO ialah multipleks spasial  (spatial multiplexing). Pada teknik ini aliran data yang berlaju dengan tinggi dipecah – pecah menjadi sejumlah aliran sesuai dengan jumlah antena pemancar masing – masing dengan laju yang lebih rendah dari aliran aslinya. Sebelum aliran data ditransmisikan oleh antena, aliran – aliran data ini dilewatkan pada matriks khusus yang berfungsi menggabungkan sinyal dari semua aliran dengan kombinasi tertentu untuk dipancarkan. Ini merupakan suatu proses multipleks yang berlangsung pada dimensi spasial karena setiap kombinasi data paralel ditujukan ke salah satu antena transmitter. Dengan sistem ini teknik spatial multiplexing memungkinkan mencapai kapasitas kanal yang besar dan juga dapat menambah spectrum efisiensi sehingga menambah kecepatan transmisi data. Gambar 2.6 a menggambarkan teknik spatial multiplexing.
Pada sistem ini diterapkan saluran umpan balik informasi dari antena receiver ke transmitter agar respon kanal dapat di estimasi. Dengan adanya umpan balik ini, transmitter dapat mengetahui nilai matrik multipleks yang optimum untuk mendapatkan kapasitas kanal yang maksimal. Salah satu teknik yang digunakan untuk mengestimasi matrik reapon kanal ialah operasi nilai singular (singular value decomposition atau SVD). Pada teknik ini dihasilkan matriks multipleks dan demultipleks yang digunakan oleh transmitter dan receiver. Konfigurasi sistem tersebut kemudian menjadi ekuivalen dengan sistem transmitter-receiver yang terhubung melalui sejumlah saluran paralel.
Sebagai contoh akan ada data yang dikirim sebesar 1 Mbps dengan bandwidth saluran sebesar 100 KHz saja dan menggunakan modulasi dengan efisiensi 1bps/Hz. Jika dalam sistem biasa bandwidth 100 KHz hanya mampu membawa sinyal data sebesar 100 kbps, tetapi dalam sistem MIMO sinyal data berukuran 1 Mbps dapat dikirim melewati saluran dengan bandwith 100 KHz dengan pembagian sinyal data sebesar 1/T, T disini ialah jumlah antena. Maka dari itu data sebesar 1 Mbps dapat melewati saluran tersebut dengan menggunakan  minimal 10 antena pada setiap sisi.
b.      Spatial diversity
Jika sebelumnya sinyal data dipecah sesuai dengan jumlah antena di setiap sisinya, lain halnya dengan teknik spatial diversity. Pada sistem ini setiap antena pengirim pada sistem MIMO mengirimkan data yang sama secara paralel dengan menggunakan coding yang berbeda pada setiap sinyal yang dikirimkan. Tujuannya ialah untuk mendapatkan kualitas sinyal setinggi mungkin dengan meamanfaatkan teknik diversity pada transmitter dan receiver.
Peningkatan kualitas sinyal dapat dilihat berdasarkan nilai parameter penguatan diversity (diversity gain), yang nilainya makin meningkat dengan makin besarnya tingkat diversity R, yaitu jumlah antena yang digunakan pada receiver. Penggunaan STC (Space Time Coding) pada sistem MIMO dengan sejumlah T antena transmitter dan R antena receiver menjanjikan tingkat diversity menjadi TxR. Sebagai contoh, dengan 4 antena pada masing – masing sisi, sistem MIMO denga STC diharapkan mampu menyediakan tingkat diversity yang setara dengan metode konvensional menggunakan 16 antena pada receiver.

Gambar 2.6. Konfigurasi MIMO: (a) Spatial Multiplexing dan (b) Transmit Diversity

2.2.4        Kelebihan dan Kekurangan Antena MIMO
a.      Kelebihan MIMO
Seperti yang telah dibahas pada pembahasan di atas, kelebihan menggunakan MIMO adalah 
·         Sinyal pantulan (multi path) sebagai penguat sinyal utama sehingga tidak saling menggagalkan.
·         Mempercepat koneksi wireless dan memperjauh jarak jangkauan.
·         Menghemat penggunaan bandwidth dan peningkatan kapasitas kanal.

b.      Kelemahan MIMO

Selain memiliki banyak kelebihan, MIMO juga memilki kelemahan, yaitu adanya waktu interval yang menyebabkan adanya sedikit delay pada antena akan mengirimkan sinyal, meskipun pengiriman sinyalnya sendiri lebih cepat. Waktu interval ini terjadi karena adanya proses dimana sistem harus membagi sinyal mengikuti jumlah antenna yang dimiliki oleh perangkat MIMO yang jumlahnya lebih dari satu.

Effect Multipath Fading

        2.1.1     Effect Multipath Fading

         Pada sistem telekomunikasi wireless sering kali ditemui banyak gangguan dalam pentransmisian sinyal, seperti adanya fenomena multipath. Multipath adalah suatu bentuk gangguan atau interferensi yang muncul ketika sinyal memiliki lebih dari satu jalur pada saat ditransmisikan. Propagasi dari multipath akan menyebabkan efek yang disebut dengan ISI (Intersimbol Interference) yang nantinya akan menyebabkan informasi yang diterima menjadi cacat.
         Penerima radio akan menerima banyak sinyal yang dihasilkan dari sinyal mengambil sejumlah besar jalan yang berbeda. Jalur ini mungkin hasil dari refleksi dari bangunan, gunung yang mungkin berdekatan dengan jalan utama. Multipath propagasi yang dihasilkan dari berbagai jalur sinyal yang mungkin ada antara pemancar dan penerima dapat menimbulkan gangguan dalam berbagai cara termasuk distorsi sinyal , kehilangan data dan multipath fading. Multipath fading adalah pantulan-pantulan yang saling menggagalkan.
         Skema MIMO menggunakan propagasi multipath untuk meningkatkan kapasitas saluran yang mereka gunakan . Dengan meningkatnya kebutuhan untuk efisiensi spektrum, penggunaan propagasi multipath untuk teknologi seperti MIMO mampu memberikan perbaikan yang signifikan dalam kapasitas saluran yang sangat dibutuhkan .

Gambar 2.4 Effect Multipath Fading


Gambar 2.5. Ilustrasi penggunaan antena MIMO dalam mengatasi Multipath fading

            Dari gambar  diatas dapat dilihat bahwa dari sisi transmitter dan receiver digunakan banyak antenna dengan tujuan untuk membuat sinyal pantulan dapat menguatkan sinyal utama sehingga tidak saling menggagalkan. Dengan menggunakan sistem seperti ini, maka tidak hanya data yang dikirim dapat lebih banyak dan cepat bahkan jarak juga dapat diperluas. Karena sinyal yang membawa data dengan MIMO tidak akan saling mediadakan, sebaliknya sinyal pantulan akan menguatkan sinyal utama. Dengan MIMO, kelemahan ini dijadikan alat untuk menduplikasikan bandwidth. Oleh sebab itu, secara teori, bila digunakan jaringan nirkabel dengan standar 802.11g dengan kecepatan efektif 54 Mbps,maka dengan adanya tambahan router MIMO, kecepatan dapat kecepatan dapat mencapai 108 Mbps.

SMART ANTENNA ( SIMO, MISO dan MIMO )

  Smart Antenna
Defenisi suatu smart antena adalah suatu sistem antena komunikasi wireless digital yang difungsikan sebagai diversity dari TransmitterReceiver, atau kedua – duanya. Di dalam komunikasi wireless, pada umumnya antena tunggal digunakan di pengirim, dan antena tunggal lain digunakan di tujuan. Hal ini disebut SISO (Single Input, Single Output). Ketika suatu gelombang elektromagnetik dihalangi sesuatu seperti bukit; jurang curam; bangunan; dan sebagainya, maka gelombang terserak, dan dengan begitu gelombang RF mengambil alur lain untuk sampai ke tujuan (Receiver). Terjadinya gelombang yang terhalang tadi menyebabkan permasalahan seperti cut-out (pengaruh karang). Penggunaan smart antena dapat mengurangi atau menghapuskan gangguan yang disebabkan oleh multipath fadding.

Kategori Smart Antena
Penggunaan antena dalam sistem smart antenna dibagi dalam tiga kategori utama, yakni ;
·     A.  SIMO (Single Input,Multiple Output)
Di dalam SIMO teknologi, satu antena digunakan di sumber (Rx), dan dua atau lebih antena digunakan di tujuan (Tx)
·      B.  MISO (Multiple Input,Single Output)
Di dalam MISO teknologi, dua atau lebih antena digunakan di sumber (Rx), dan satu antena digunakan di tujuan (Tx)
·       C.   MIMO (Multiple Input Multipel Output)
Di dalam teknologi MIMO, berbagai antena bekerja pada kedua sumber (Rx) dan tujuan (Tx). Belakangan ini MIMO telah diminati, sebab teknologi ini tidak hanya menghapuskan efek multipath propagasi yang kurang baik, tetapi dalam beberapa hal memiliki keunggulan. Gambar dibawah  ini menunjukkan ilustrasi sejarah perkembangan skema input-output antena pada komunikasi wireless.
Gambar 2.1. Sejarah perkembangan skema input output pada komunikasi wireless

2.2.            MIMO (Multiple Input Multiple Output) pada LTE
            Teknologi ini kali pertama diperkenalkan oleh seorang ahli dari Bell Laboratories pada tahun 1984.  MIMO sendiri merupakan salah satu bentuk dari Smart Antenna. MIMO bekerja di dalam sistem komunikasi wireless digital. Pada sistem komunikasi tersebut gelombang yang dihasilkan akan terpantul melalui berbagi jalur atau biasa disebut multipath. Sinyal pantulan dan sinyal yang berjalan lurus akan bersifat saling menggagalkan saat sampai di sisi penerima.
MIMO menggunakan sistem yang berbeda yakni dengan menggunakan antena lebih dari satu untuk penerima dan pengirimnya (diversity). Tidak seperti sistem antena konvensional yang sangat rentan dengan multipath, sistem MIMO justru sangat baik untuk  meningkatkan data rate dalam range yang lebih besar tanpa membutuhkan bandwidth atau daya yang lebih besar. Dengan adanya teknologi ini sistem kerja akan lebih baik dibandingkan dengan sistem teknologi SISO (Single Output Single Input). 
            Transmisi dengan teknik MIMO mendukung konfigurasi dua atau empat antena pengirim dan dua atau empat antena penerima. Konfigurasi MIMO yang mungkin pada arah downlink adalah MIMO 2x2, MIMO2x4, MIMO 4x2, dan MIMO 4x4. Akan tetapi UE dengan 4 antena penerima yang dibutuhkan untuk konfigurasi MIMO 4x4 hingga saat ini masih belum diimplementasikan. Gambar dibawah ini menunjukkan konsep MIMO.


Gambar 2.2 Konsep MIMO (Multiple Input Multiple Output) pada LTE

          Pada gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa sistem MIMO memiliki antena pengirim dan penerima yang jumlahnya lebih dari satu. Proses penerimaan sinyal pada sistem MIMO yakni dengan menggunakan pengalian matriks kanal. Di dalam matriks kanal tersebut terdapat penjumlahan yakni penjumlahan dari sinyal yang dikirimkan dari banyak antena mulai dari antena ke-1 sampai antena ke-N. Secara umum, dengan matriks kanal H, sinyal yang diterima olehantena penerima dapat dirumuskan sebagai berikut:
x1 = h11s1 + h12s2 + ….+ h1NsN
x2 = h21s1 + h22s2 + ….+ h2NsN

xN = hN1s1 + hN2s2 + ….+ hNNsN

atau secara umum dapat digabungkan dalam persamaan, yaitu:
menghasilkan model sinyal sederhana sistem MIMO
dengan untuk semua Nt  sinyal digunakan matriks:

                matriks H merupakan matriks kanal MIMO yang dibentuk dari estimasi nilai hij pada kanal transmisi. Matriks ini akan berguna dalam mendapatkan kembali sinyal informasi pada sisi penerima. Sinyal informasi didapatkan dengan invers matriks H denga sinyal pada sisi penerima (x), seperti terlihat pada persamaan berikut 


               Pemodelan Kanal MIMO
            Pengaruh karakter statistik multidimensional dari kanal Fading MIMO (matriks H) memiliki peran yang sangat signifikan pada performa sistem. Oleh karena itu, perancangan model kanal MIMO, menjadi suatu hal yang penting. Pemodelan kanal MIMO berdasarkan keadaan lingkungan fisiknya, dibagi menjadi dua, yaitu model physical (Deterministic/geometric) dan model stochastic.
Model Deterministic, yaitu model fisik melibatkan parameter fisik kanal di keadaan sebenarnya dari semua komponen multipath, seperti DoA (Directions of Arrival) dan DoD (Directions of Departure). Pemodelan ini berlaku untuk lingkungan picocell / microcell.  Model ini dapat digunakan sebagai dasar untuk pemodelan secara stochastic. Model kedua, stochastic yang berarti berkarakteristik probabilitas atau acak, memberikan permodelan secara statistik dari properti-properti spasial kanal pada elemen-elemen antena . Model ini biasanya dipakai pada daerah pengukuran yang luas. Contoh dari model ini adalah model Metra MIMO pada 3GPP. Variasi jalur tempuh yang berbeda-beda antara TX dengan RX sebagai fungsi waktu, lokasi, dan frekuensi (multipath Fading) dapat direpresentasikan dengan distribusi statistik. Untuk fokus ke masalah Fading ini, model geometris dapat ditransfer ke dalam model stochastic.
Gambar 2.3. Pemodelan kanal MIMO
           

Pada gambar diatas  terlihat pemodelan kanal MIMO secara umum. Dari gambar, terlihat sistem MIMO dengan sejumlah T antena transmitter dan R antena receiver. Kanalnya direpresentasikan dengan matriks H yang memiliki R baris dan T kolom. Elemen-elemen matriksnya, ij h merupakan fungsi transfer dari antena transmitter ke ke antena receiver ke i. Dari gambar terlihat, sinyal yang diterima antena receiver merupakan penjumlahan sinyal dari semua antena tranmsitter.